Saturday, January 12, 2008

Kaos oblong polosan, jeans gombrong, sneakers putih.

Setelah membaca salah satu posting menarik di blognya si Raka yang berjudul 'Bahasa Jeans dan Sneakers', saya jadi ingin membahasnya juga disini tetapi yang mo saya bahas sedikit bedalah.. Intinya tentang Apakah penampilan seseorang dapat menunjukkan sifat/tipe/ siapa orang itu?.
Kemarin saya sempat berdebat hebat dengan orang dekat saya, tentang diri saya sih.(hehe,jadi curhat lagi..haha) Si dia beranggapan bahwa orang yang berpenampilan kaya saya itu cenderung memiliki sifat yang bla bla bla...Saya samasekali tidak stuju,kalo kata Tukul sih "Dont jadge de buuk from de kaver!"

Secara subyektif ntuk berpenampilan,dalam hal ini baju dan assesori, kenyamanan adalah nomor satu,bisa diartikan nyaman dalam hal pede dan dipakenya kerasa enak. Hal ini yang membuat perbedaan antara satu orang dengan yang lainnya karena presepsi nyaman tadi datang berdasar pengalaman hidup dan karakter orang tersebut. Contohnya saja cara berpenampilan anak-anak yang pede dengan gaya imo-nya(tulisannya bener ga sih?) atau cara berpenampilan sportif untuk anak-anak olahraga street.
Satu lagi yang menentukan adalah kondisi. Secara obyektif. Penampilan rapih sewaktu datang ke undangan resmi berbeda sekali dibandingkan saat datang main kerumah teman. Musim dingin berbeda dengan di saat musim panas.

Perpaduan antara subyektif dan obyektif tadi, menurut saya dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi bagaimana sifat/tipe/aslinya sebuah individu. Saya sebut salah satu,karena masih ada indikator-indikator lainnya,dimana tak ada satupun yang menjadi gold standar indikator penentu sifat seseorang.

Dan mnurut saya, masi ada banyak keanehan dalam cara berpenampilan secara obyektif yang seringnya membuat kenyamanan individu menjadi nomor terakhir. Sebut saja salah satunya, dirumah sakit tempat saya sekolah,ada aturan tak tertulis bahwa sejak koas harus memakai kemeja yang dimasukkan,celana kain, dan sepatu pantofel. Termasuk saya,ada orang-orang dengan karakter terbiasa dengan seperti judul di atas bakal samasekali tidak nyaman dengan norma tadi,terutama sepatu. Untuk kerja bolak-balik jalan jauh muter-muter rumah sakit,masa harus memakai pantofel yang secara umum ga senyaman snekers?Budaya yang nyleneh..

Apakah bahasa jeans dan sneakers bakal berlaku hanya untuk anak muda?
Apakah anak muda yang berpenampilan necis dan enak dilihat menunjukkan dia pasti sering pacaran?
Apakah orang yang sudah mapan lantas boleh berperut buncit?
Apakah orang yang nyaman dengan kaos rada kegedean pasti suka aliran hiphop?
Apakah orang harus merubah 'gaya'nya untuk dapetin cewe yang ga suka 'gaya'nya dan nyuruh ganti 'gaya'?
Apakah harus ganti 'gaya' supaya dianggap?
Apakah jadi diri sendiri itu ga seutuhnya bener?

semuanya tergantung individunya dan sekitarnya.
Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.

2 comments:

Anonymous said...

jangan2 kita memang mulai terbiasa berpura-pura, berpenampilan seperti apa yang orang lain inginkan, ga lagi apa yang bener2 kita ingini

dimana langit dipijak disitu bumi dijunjung. langit dan bumi adanya di hati. hmm,,

Anonymous said...

wah setuju gw... yang penting nyaman.. fashion or something tuh nomer ke berapa lah... Tapi orang yang gila fashion pasti bakalan nentang statement ini abis2an..

Masih ada ko yang suka pake sneaker kalo di rs.. residen bedah tuh sering banget gw liat pake sneaker.. Tapi ya bbrp bagian kayanya bakalan ngeliat lo dengan memicingkan mata kalo lo pake sneaker pas stase disana.. Obsgin contohnya.. Tapi yang pasti gw ga pernah ya liat residen/koas pake kaos.. gila apa kerja pake kaos.. hohohoho

Kalo gw sih suka dengan dandanan koas..pada dasarnya gw suka rapi sih hehehehe..

Hidup sehat dan nyaman!