Sunday, September 24, 2017

Diafragma: mimpi (ter)buruk (part2,from3)

"hasbunallah wani'mal wakil ni'mal maula wani'nan nasir"
Adalah doa yang semalam sebelum operasi itu saya baru hapalkan. Doa untuk menikmati rasa nyeri. Yang terucap dalam ketidakberdayaan saya dimulai saat saya pelan pelan sadar di pagi itu. Tentu saya disorientasi sampai profesor Sato , ahli BTKV-sang operator, datang dan menyapa saya ohayou gozaimasu.
Tangan saya terikat , dan mulut saya tak berdaya akibat ada selang endotrakheal beserta ganjel-ganjelnya di dalam mulut saya, iya, saya masih terintubasi dan dalam proses ekstubasi. Lalu mungkin saya sedikit gelisah dan diberi obat supaya tenang karna saya ingat saya merasa sedikit teler sampai sadar penuh kembali saat tim dokter ICU melepas selang endotrakeal saya. Rasanya sakit sekali saat benda itu bergesek di dalam saluran nafas di dada saya terutama saat sekitar tenggorok (saat proses melepas selang). Saya pun disuruh batuk, tapi perih di luka oprasi saya (dada kiri) begitu nyelekit juga saat saya batuk. Saya ingat sekali dua kali saya merasa seperti tersedak, ada lendir besar di tenggorok saya yang sangat sulit keluar tapi saya pun sulit baruk karna terbatas nyeri. Sampai keringat dingin, walaupun berhasil pada akhirnya.

Saya sepenuhnya berorientasi baik sesaat setelah ekstubasi menyakitkan tersebut, karna itu pula ikatan saya dilepas. Saya bisa mengeluarkan suara walau serak dan pelan, dan masih ganjel di tenggorokan selang hidung-perut (NGT), kateter urin, 2 IV line, 1 Arterial Line, banyak kabel kabel monitor di sekujur badan saya, dan terutama 2 buah selang besar yang tertancap di dada kiri saya. Sangat jelas betul  semuanya di ingatan sampai saya menulis ini.
Walau terbatas gerak, saya langsung menemukan jam dinding yang kelihatan di kanan saya dan monitor di sedikit kiri belakang saya. Sayapun menemukan tombol penggerak kasur untuk mengelevasi kepala atau kaki saya.

Saya beri tahu untuk pembaca disini: orientasi baik dan kepahaman akan pengetahuan medis dan hampir smua hal di ICU adalah seperti kutukan jika diri sendiri yang dirawat di ICU. Sungguh.
 
Setiap detiknya saya bisa merasakan bahwa jam berputar sangat lambat karna diiringi rasa tidak nyaman oleh nyeri-posisi-selang-selang. Alhamdulillah si NGT & kateter di lepas setelah si tim bTkV datang visite pada sorenya, walau didahului drama plebhitis di sekitar Arterial line yang mau acc aff nya aja nunggu prawatnya nanya dokter jaganya, hadeeeeh , itu nyerinya ga nyaman banget..
Oya, jangan tanya rasanya saat aff NGT dan kateter urin. Jujur saya traumatik secara psikis untuk aff-aff ini.

Setelah diberi tahu bahwa saya akan menginap semalam lagi setelah itu di ICU untuk monitoring nafas saya, perut saya keroncongan, ya iyalah ya, itu selasa sore dan saya terakhir makan makanan padat minggu malem. Dan ironisnya jatah makan saya baru boleh diberi rabu pagi. (Artinya saya puasa makan minum , tentu dengan parenteral rehidration, selamat sekitar 50jam).
Perut saya lapar, lalu sangat menjadi lapar, lalu perut saya seperti sebah, tidak enak, lalu gas  seperti memenuhi perut saya, kentut banyak kali dan sendawa juga sering, TETAP TIDAK DIBERI MAKAN, mgkn memang kasus saya memang mengharuskan lambung tidak boleh terisi bahan padat selamat fase akut post op. Saya kolik pada tengah malam, saya meminta sejumput apapun untuk diisi ke lambung saya yang perih naik turun itu, akhirnya 1jam kemudian diberi obat untuk lambung 'saja'. Sekitar jam 3an saya merasa kolik yang mereda akibat obat tadi, datang lagi dengan kekuatan super. Mungkin saya adalah pasien ter-resek malam itu bagi perawat ICU karna setiap setengah jam saya memencet tombil panggil perawat untuk semua hal kecil. Bahkan saat subuh saya meronta-ronta kesakitan karna tidak kuat menahan semuanya hanya dengan diam. Jujur saat itu nyeri kolik perut saya mengalahkan nyeri oprasi saya. Malam yang buruk. Tanpa tidur seditik pun.

Dengan sangat pelan jam akhirnya menunjukkan pukul 7.55 saat makanan datang: sekotak kecil susu, stangkap roti tawar plus sesachet selai anggur, dan 1/3 pisang. JUJUR INI SARAPAN TERNIKMAT SEUMUR HIDUP SAYA. Walau sempat seperti tersedak saat awal makannya, karna pasti sistem tubuh saya kaget karna di tidurkan dengan terintubasi lebih dari 24 jam dan usus ini dipuasakan hampir 3hari.

Jam 10.30 hari rabu itu, saya dipindahkan ke ruang rawat saya. 
Lega rasanya saat kembali ke ruangan, 
Dengan operasi sebesar itu (terutama dalam hal resiko komplikasi), walau di tempat dengan sarana terdepan, rasa itu tetap ada: takut tidak kembali.

-------------------------------------------

Thoracotomy yang dilakukan terhadap saya membuat dada kiri saya terdapat bekas sayatan insisi sepanjang sekitar 15cm, tepat di Intercostal space 6, batas depan linea axilaris anterior , batas belakang linea scapularis lateral. Durante, ditemukan tumor kesan berasal dari diafragma (seperti DD awal preOp), diameter terbesar 10cm, putih, batas tegas, berbenjol-benjol ke superior dan ke inferior, batas ke lien dan paru mudah dilepaskan dengan peritoneum dan pleura yang intak. Dilakukan wide eksisi dengan defek eksisi tumor di ganti dengan artifisial mesh (gore-tex) dan dijahit sangat erat dengan tepi diafragma yang masi ada (Alhamdulillah bagian otot diafragma kiri saya katanya sbagian besar masi utuh), terdapat sedikit kesulitan karna tumor sedikit 'mepet' ke posterior dan mengakibatkan ikatan mesh ke bagian posterior tidak mudah.
Lalu operasi dilanjut eksisi nodul di bagian apical dari lobus inferior paru kiri saya, yang diduga tumor juga. 
Sekiranya begitu yang saya simpulkan sendiri dari laporan tim oprasi ke saya.
Lama oprasi sekitar 6jam (tepatnya saya ga tau).

--------------------------

Saat menulis ini saya sudah H+14 post operasi. Kemarin saya discharge dari rumah sakit dengan kondisi Alhamdulilah terlihat seperti orang normal. Hehehehhe
Maaf tulisannya mungkin ringkas kali ini, jujur masih meninggalkan trauma jika diingat detail.

Oya, masi ada part 3 ya setelah ini.. hehe..

#keterangan gambar: luka op saya sesaat setalah lepas chest tube..

Saturday, September 16, 2017

Diafragma: Kejutan (part1)

Kali ini , lanjutan dari sekuel pngalaman saya sebagai penderita neurofibromatosis pada post-post saya sebelum ini, (ya kali pada baca ya hehe)

Ada kejutan yang cukup membuat saya menyadari bahwa selama ini ada teman yang tumbuh dalam diri saya yang seperti 'diam diam'. Setelah menjalani pemeriksaan PET-Scan, semacam imaging ct-scan tapi ini ke seluruh tubuh memakai indikator FDG (gula) untuk menskrining "keganasan" atau tumor lain yang bisa muncul di setiap bagian tubuh. Berguna untuk keganasan dan penyebarannya atau yang kaya saya (harapannya) jinak tapi bisa dimana-mana.
Dokter Radiologi yang menjelaskan kepada saya bahwa ada tumor di atas limpa (lien) saya. Cukup besar, dan ada efusi pleura.
Iyalah, saya kaget, galau, mbuh opo lah ngono rasane, tapi uda bisa biasa aja langsung sih setelah menenggak espreso warung kopi voila yang terletak dekat dengan tempat PET Scan tersebut.

Ada sedikit kecewa namun langsung memaafkan dan maklum, bahwa setelah dicek, hasil ct scan saya tahun lalu dan MRI yang saya lakukan sebelum PET Scan tadi , ternyata sudah ada. They didn't even mention it on radiologic review. Saya juga sering melakukan kesalahan yang sama saat bekerja sebagai ppds di surabaya dan saat jadi dokter umum dulu. Tidak melihat secara komperhensif. Rada takjub juga sih dokter disini juga bisa melakukan 'skip' yang sama. Not a mistake, though.

Saya pulang kerumah, ngobrol sama istri, memikirkannya beberapa hari, menghubungi kerabat di indonesia yang sudah ahli bedah (umum) dan bedah thorax (karna efusi), mencari sejumalah case report dan jurnal, juga dengan sensei di bedahsaraf yang seharusnya akan melakukan oprasi tumor saya yang di punggung. Semua setuju menunda yang punggung demi sesuatu yang lebih mengancam jiwa saya. Alhamdulillah akses saya di fasilitas medis disini sangat enak, jadi bisa mikir sendiri tanpa nyusahin temen-temen lain. Untuk disisi ini, pengetahuan saya membantu. Dengan pemeriksaan lanjutan yang dilakukan, kesimpulan terakhir adalah tumor ada di diafragma. Memebesar menekan lien ke bawah, dan paru keatas, karna ukuran yang membesar makanya terjadi gangguan gerak sebagian diafragma saya. Pelan, kronis, dan pada satu titik saya menyadari bahwa sejak sekitar bulan puasa, nafas saya ga bisa spanjang biasanya saat tadarusan, slanjutnya penurunan performa saya dalam hal lari dan spedaan. Kalo diterusin mungkin juga akan ganggu aktifitas sehari-hari.
Dan kalo dipikir lagi dengan ukuran lebar 10cm-an tersebut, jika memang venar jinak, itu uda mulai muncul sejak 5-10tahun lalu.. hmmm...

Persiapan lain dilakukan bebarengan kerja semirodi untuk research saya yang sudah tinggal dikit selse, hehe.. diantara ga boleh kecapean dan tekanan prioritas studi.

Satu lagi yang skali lagi sangat membuat semangat sembuh satu sisi, tapi kudu sama-sama ngelewatin masa sulit dikala saya oprasi dan pemulihan: istri dan anak-anak.

Oke.. nanti lanjut episode dua yaa hehe
*keterangan gambar: anatomi diafragma (grab random via google)