Tuesday, November 25, 2008

rokok dan fakta (lagi)


Biaya Pengobatan akibat Rokok Rp 11 Triliun

  • MUI Akan Keluarkan Fatwa

JAKARTA- Peneliti Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Abdillah Ahsan, mengatakan biaya kesehatan untuk mengobati penyakit yang terkait dengan merokok mencapai Rp 2,9 triliun sampai Rp 11 triliun per tahun atau setara dengan 0,12% sampai 0,29% dari Produk Domestik Bruto Indonesia.

’’Yang memprihatinkan, tahun 2005, rumah tangga dengan perokok menghabiskan 11,5% pengeluaran rumah tangganya untuk konsumsi tembakau, sementara hanya 11% digunakan untuk membeli ikan, daging, telur dan susu secara keseluruhan, 2,3% untuk kesehatan dan 3,2% untuk pendidikan,’’ katanya dalam acara Research Day, di FE UI, Senin (24/11).

Untuk itu, pemerintah perlu menaikkan tarif cukai tembakau untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat. ’’Tarif cukai tembakau yang tinggi adalah cara paling efektif untuk menurunkan konsumsi rokok. Tarif kita yang cuma 37% kalah dibandingkan Vietnam 38%, Bangladesh 63%, dan Thailand saja 75%,’’ katanya.

Menurutnya, sebuah simulasi menyimpulkan, kenaikan tarif cukai tembakau sampai dua kali lipat berdampak positif bagi perekonomian. Sedangkan prevalensi perokok berkontribusi secara signifikan pada kematian dini. Akibatnya memperpendek umur harapan hidup laki-laki, meningkatkan biaya kesehatan, dan menurunkan produktivitas.

Fatwa Rokok

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengeluarkan fatwa tentang rokok pada forum ijtima ulama komisi fatwa yang diselenggarakan pada Januari 2009.

’’Kita rencanakan akan ada fatwa Januari mendatang, apakah merokok itu bisa haram, makruh, mubah, mukhtalaf (diperselisihkan) atau tawaquf (ditunda),’’ kata Ketua MUI, KH Ma’ruf Amin dalam seminar ’’Fatwa MUI VS Wacana Antirokok’’ yang diselenggarakan oleh PWI koordinatoriat Depag dan MUI, senin (24/11).

Masalah rokok, kata dia, merupakan masalah yang berat karena harus ada hujjah (alasan) yang kuat, dan rentan pro dan kontra karena begitu banyaknya pihak yang berkepentingan.

’’Dengan munculnya berbagai perbedaan sudut pandang di atas serta penafsiran terhadap bahaya merokok bagi kesehatan, para ulama belum sepakat untuk mengharamkan rokok. Hingga kini baru sebatas memakruhkan saja,’’ ujarnya.

Pembicara Muchtar Ikhsan yang pakar paru-paru mengatakan, racun yang terdapat pada rokok merupakan ancaman bagi kehidupan umat manusia. ’’Sebatang sigaret dapat memotong kehidupan kita selama 5 menit. Selain itu asap rokok mengandung 4.000 bahan kimia di antaranya bersifat karsinogik yang menyebabkan kanker.’’

Dari sudut karsinogenik saja, kata dia, rokok jelas berbahaya. Belum lagi senyawa-senyawa lainnya, bisa menyebabkan impotensi, gangguan janin dan sebagainya. ’’Bahaya rokok, juga diakui oleh industri rokok yang rela memasang peringatan bahaya merokok pada bungkus rokok,’’ kata Muchtar.

Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Ismanu Soemizan meminta MUI mempertimbangkan fatwa tentang rokok. Pasalnya, 95% dari 6,2 juta pekerja di pabrik rokok adalah umat muslim.

Rokok, kata dia, baik langsung mapun tidak langsung menopang kehidupan hampir 30 juta orang di Indonesia. Mulai dari pemilik pabrik, buruh pabrik rokok, penjual, sampai petani tembakau beserta keluarga mereka.

Dia menilai yang mendorong kampanye antirokok adalah pihak yang bersinergi ingin membuat perekonomian Indonesia terganggu, mengingat begitu besarnya keterlibatan perekonomian dan masyarakat dengan rokok. (F4-48)


(berita utama, harian SUARA MERDEKA edisi cetak tanggal 25 Nov 2008)

No comments: