Sebenernya hari ini sudah di ekspektasi sejak 4 tahun lalu, bahwa ga perlu otak jenius, gak perlu pengorbanan yang dramatis, ga perlu usaha yang super keras. Cuma perlu biasa aja untuk beradaptasi.
Kita hanya jalanin semuanya dengan biasa saja, dengan hati yang tidak berlebihan, dengan mengatasi masalah-masalah yang biasa timbul dan melawan hal-hal yang biasa menjadi sukaduka di rantau. Adaptasi seperti halnya manusia biasa lakukan setiap saat.
Semuanya berjalan natural, keseruan mendalami hal-hal yang baru, menemukan fakta dan pengalaman yang mindblowing, atau semacamnya. Bertemu dan berpisah dengan orang-orang baru yang sebagian saja kita bisa ingat namanya. Basa basi hingga berbagi emosi.
Memeluk anak saat mereka menangis karna mengantuk, pergi ke acara kenaikan kelasnya, merapikan mainannya, mendiskusikan pengeluaran bulan ini dan bulan depan dengan ibunya, merencanakan menu makan siang, merencanakan taman mana yang akan kami datangi untuk piknik di akhir pekan depan.
Lalu sang waktu seperti ambigu, di satu sisi dia berlari seperti Eliud. Lalu jika kita menengok, dia sperti berhenti dan berpura-pura tak melihat.
————
Tergantung garis cahaya yang masuk ke retina, bagiku, saat ini cuma sekedar berdiri di garis start sebuah ultramarathon yang baru akan mau mulai. Bersukur karena terpilih melalui balot. Masi ada ratusan kilometer di depan yang entah ada apa lagi karna kabutnya tidak tembus pandang.
Tapi setidaknya, aku sekarang jadi lebih tahu, kalo aku tidak tahu.
#phdjourney